
JAKARTA — Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, menyuarakan aspirasi petani dan pelaku usaha singkong dalam rapat bersama Badan Legislasi DPR RI pada Selasa (25/6). Dalam forum tersebut, ia menegaskan pentingnya menjadikan singkong sebagai komoditas strategis nasional guna melindungi petani lokal dari tekanan sistem tata niaga yang timpang dan arus impor yang merugikan.
“Lampung menyumbang lebih dari 50 persen produksi singkong nasional, tetapi petaninya masih terjebak dalam harga jual yang tidak menguntungkan dan dominasi tengkulak,” tegas Rahmat.
Ia mengungkapkan bahwa Pemerintah Provinsi Lampung telah menetapkan harga dasar singkong sebagai bentuk perlindungan awal. Namun, menurutnya, kebijakan tersebut tidak akan cukup kuat tanpa dukungan regulasi dari pemerintah pusat.
“Kita butuh dukungan nasional agar harga dasar ini bisa benar-benar efektif di lapangan,” tambahnya.
Rahmat juga menyoroti maraknya impor produk olahan singkong dari luar negeri yang masuk tanpa bea masuk. Hal ini tidak hanya menekan harga singkong lokal, tetapi juga mengancam keberlangsungan pabrik-pabrik pengolahan singkong di dalam negeri.
Dalam kesempatan itu, ia mendesak DPR RI untuk menghentikan impor singkong dan menjadikan komoditas ini sebagai bagian dari prioritas nasional dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pangan.
“RUU Pangan adalah momentum penting untuk menghadirkan keadilan bagi petani dan kepastian bagi pelaku industri singkong Indonesia. Sudah saatnya kita membela komoditas yang menyokong ketahanan pangan dan ekonomi rakyat,” ujarnya.
Lampung sebagai sentra produksi singkong nasional dinilai memiliki potensi besar untuk menjadi pilar utama ekonomi kerakyatan berbasis pertanian. Namun, tanpa kebijakan yang berpihak, potensi tersebut sulit berkembang maksimal.
Rahmat menutup pernyataannya dengan komitmen untuk terus mengawal isu ini di tingkat nasional dan memastikan petani Lampung mendapatkan perlindungan yang layak.(Red)