
Bandarlampung KOTAK-KOSONG.COM – Pasca penggeledahan rumah pimpinan PT Sugar Group Companies (SGC), Purwanti Lee, oleh Kejaksaan Agung (Kejagung), desakan agar penyidikan diperluas terus menguat. Dewan Pimpinan Pusat Aliansi Komunitas Aksi Rakyat Lampung (Akar Lampung) mendesak Kejagung segera menggeledah seluruh unit usaha dan lahan perkebunan milik SGC yang tersebar di Provinsi Lampung.
“Kami mendesak Kejagung agar serius dan segera menggeledah perusahaan-perusahaan di bawah naungan SGC, seperti PT Indo Lampung Perkasa (ILP), PT Sweet Indo Lampung (SIL), PT Gula Putih Mataram (GPM), serta PT Indolampung Distillery (ILD) yang memproduksi etanol,” ujar Indra, perwakilan Akar Lampung, Kamis (29/5/2025).
Desakan ini muncul setelah nama Purwanti Lee disebut dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menyeret mantan pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar. Dalam penyelidikan, terungkap dugaan suap senilai Rp50 miliar yang diberikan oleh pimpinan PT SGC terkait penanganan sebuah perkara di Mahkamah Agung.
Akar Lampung menduga perkara tersebut berkaitan dengan sengketa antara SGC dan Marubeni Corporation, perusahaan asal Jepang. Sengketa bermula dari akuisisi aset SGC oleh pengusaha Gunawan Yusuf melalui PT Garuda Panca Artha (GPA), usai lelang aset eks Salim Group oleh BPPN pada 24 Agustus 2001. Namun, Gunawan Yusuf dan rekan-rekannya menolak membayar utang SGC sebesar Rp7 triliun kepada Marubeni, dengan alasan utang tersebut merupakan rekayasa sebelum akuisisi.
Tak hanya itu, Akar Lampung juga menuntut audit ulang atas Hak Guna Usaha (HGU) yang dimiliki SGC. Mereka mencurigai luas lahan yang digarap perusahaan tersebut melebihi batas yang ditetapkan negara.
“Kami menduga luas lahan yang digarap SGC saat ini melebihi dari HGU yang ditetapkan negara. Dugaan pelanggaran ini harus dibuka secara transparan karena sangat berpotensi merugikan negara,” tegas Indra.
Selain HGU, Akar juga menyoroti dugaan pelanggaran lain seperti perizinan air tanah, pemakaian listrik dari PLN, hingga kepatuhan terhadap pajak seperti BPHTB dan PPN produksi gula serta etanol.
“SGC mengelola lahan yang sangat luas, bahkan disebut-sebut seluas negara Singapura. Tapi apakah semua izinnya sudah sesuai? Ini harus dibuka secara transparan,” ujarnya.
Lebih jauh, Akar Lampung juga menyinggung konflik agraria yang terjadi di beberapa wilayah yang melibatkan masyarakat lokal dan satuan pengamanan swasta (Pamswakarsa) milik SGC.
“Banyak kasus kekerasan berdarah yang terjadi karena masyarakat merasa tanah mereka, termasuk tanah ulayat dan tanah desa, telah dirampas,” kata Indra.
Akar juga menyoroti dugaan alih fungsi lahan gambut dan rawa menjadi areal perkebunan tebu, yang bertentangan dengan aturan kehutanan.
Dalam kesempatan yang sama, Akar Lampung menyayangkan pernyataan berbeda dari dua pejabat Kejagung mengenai pemanggilan Purwanti Lee. Jampidsus Febrie Adriansyah menyebut pimpinan SGC telah dipanggil, sementara Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menyatakan bahwa Purwanti tidak memenuhi undangan pemeriksaan.
“Kami menuntut langkah tegas dan transparansi Kejaksaan Agung, sebagaimana penanganan kasus-kasus besar lainnya. Kami ingin penggeledahan dilakukan secara terbuka, bukan sekadar cerita,” tutup Indra.